Para ahli lingkungan hidup mengungkapkan bahwa penyebab terjadinya pemanasan global dewasa ini adalah menumpuknya gas rumah kaca seperti Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), dan Dinitrioksida (N2O), di atmosfer bumi.Yang paling besar menyumbang gas rumah kaca di udara adalah Karbondioksida.
Padahal gas Karbondioksida merupakan gas normal di alam dalam jumlah melimpah. Gas ini kita hirup setiap saat, dibutuhkan juga oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Di atmosfer bumi Karbondioksida berguna untuk menjaga agar bumi tetap hangat, Sebenarnya molekul-molekulnya bisa menahan panas dari radiasi sinar matahari dan memantulkan radiasi itu ke luar angkasa.
Tetapi jika jumlahnya melebihi batas keseimbangan alam, suhu permukaan bumi menjadi naik, sehingga terjadi perubahan-perubahan iklim yang mengakibatkan bencana alam seperti badai, angin puting beliung, kekeringan ,dan sebagainya. Berlebihnya jumlah karbondioksida disebabkan oleh semakin menipisnya populasi tumbuhan yang berfotosintesis, sebagian besar karena adanya pembalakan liar (illegal logging).
Asap kendaraan bermotor dan penggunaan listrik yang menggunakan minyak bumi dan batubara sebagai sumber tenaga juga bisa menjadi penyebab menumpuknya gas rumah kaca di udara. Aktivitas kita sehari-hari selalu menggunakan bahan bakar ini, naik kendaraan butuh bensin atau solar, bekerja butuh listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik berbahan bakar batubara, memasak butuh Elpiji.
Illegal Logging Salah satu contoh kecil pembalakan liar, bila konsumen membutuhkan bahan kayu untuk membuat rumah atau mebel, kemudian menghubungi toko material untuk membeli sejumlah kayu. Konsumen ingin kayu berkualitas dengan harga relatif murah. Kayu Borneo (Kalimantan) misalnya, merupakan kayu yang banyak diminati akhir-akhir ini. Di lain pihak, para produsen dan para pengusaha tidak berpikir panjang dalam meraup keuntungan dari pembalakan liar.
Pemerintah semestinya berupaya mencegah pembalakan liar ini dengan memberi mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar hutan. Misalnya diberi modal untuk berdagang, bertani, menanam kembali bibit pohon dari jenis pohon yang sudah ditebang dan sebagainya. Diikuti dengan pengawasan dan penegakkan hukum oleh para polisi hutan.
Setidaknya bisa diharapkan pendekatan menekan kegiatan pembalakan liar. Dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB di Bali bulan Desember 2007 lalu, Josef Leitmann, Koordinator Lingkungan Bank Dunia untuk Indonesia mengutarakan, di Indonesia 84 persen dari semua emisi karbon berasal dari terutama pembalakan hutan yang menyumbang 18 persen terhadap emisi gas rumah kaca global, alih guna lahan, kebakaran hutan, dan degradasi lahan gambut.
Karenanya, Indonesia merupakan negara nomor satu di dunia sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar. Hingga terjadi perubahan iklim yang menyebabkan kekeringan hutan, naiknya permukaan air laut, dan perubahan pola hujan. Reduced Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) atau Pengurangan emisi akibat Pembalakan dan Degradasi Hutan adalah sebuah usulan untuk menyediakan insentif kepada negara-negara yang telah mereduksi emisi karbon, melalui pengurangan aksi pembalakan dan degradasi hutan, merupakan cara paling efektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Kerangka kerja yang diusulkan disebut Forest Carbon Partnership Facility akan menggunakan pendekatan kebijakan sistem skala besar, insentif positip, dan menyediakan “modal usaha” masa depan untuk mengurangi emisi dari pembalakan dan degradasi hutan, yang terbentuk dari dua mekanisme, yaitu :
- Mekanisme kesiapan, yang akan mendanai pembangunan kapasitas di negara-negara yang memiliki hutan tropis dan subtropis, untuk meningkatkan kapasitas negara-negara tersebut agar bisa menggunakan sistem insentif untuk REDD di masa depan.
- Di beberapa negara tersebut, mekanisme pendanaan karbon akan dijadikan alat untuk membeli karbon yang dilakukan berdasarkan tingkat keberhasilan negara-negara itu untuk mengurangi atau menghindari emisi gas rumah kaca akibat pembalakan dan degradasi hutan.
Sektor Transportasi Bertambahnya kendaraan dengan sangat cepat sementara ruas jalannya tidak mampu lagi menampung, menjadi masalah utama di kota-kota besar. Sehingga terjadi kemacetan lalu lintas. Ini berdampak buruk bagi kualitas udara, karena pencemaran semakin tinggi dan berkurangnya ruang terbuka hijau sebagai paru-paru kota untuk membersihkan udara. Masalahnya akan berlanjut kepada gangguan kesehatan bagi masyarakat, minimal menimbulkan infeksi saluran pernafasan.
Menurut perhitungan World Wide Fund sektor transportasi menyumbang sekitar seperempat dari total gas rumah kaca yang terhimpun di atmosfer. Semakin banyak kita menggunakan bahan bakar minyak semakin besar pula sumbangan kita kepada pemanasan global. Mengenai sektor transportasi yang tidak merusak lingkungan, di pusat kota Amsterdam sangat tidak dianjurkan mengemudi kendaraan pribadi. Sebagian besar jalan ditutup bagi kendaraan pribadi atau hanya satu jalur, dengan biaya parkir yang mahal.
Masyarakat dihimbau untuk menggunakan kendaraan umum atau jalan kaki. Sementara pemerintah mensponsori carsharing dan carpooling, budaya nebeng. Seperti di Kopenhagen , Denmark, Amsterdam ramah terhadap pengguna sepeda. Nyaris seluruh jalan protokol mempunyai jalur khusus bagi pengendara sepeda dengan tempat parkir sepeda melimpah di berbagai penjuru kota. Sehingga Amsterdam menjadi salah satu trendsetter kota-kota metropolitan dalam memperbaiki kondisi lingkungannya.
Adapun cara-cara sederhana untuk menekan bertambahnya emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh sektor transportasi, sebagai berikut:
- Sedapat mungkin gunakan transportasi umum. Makin banyak pengguna kendaraan pribadi di jalan raya, makin besar produksi karbondioksida.
- Jika mungkin, bergabunglah dengan komunitas bike to work, bersepeda ke kantor.
- Kalaupun memakai kendaraan pribadi, pilihlah kendaraan yang hemat bahan bakar. Bila perlu ajak kawan-kawan satu jurusan untuk berangkat dan pulang kerja. Rawat mesin kendaraan dengan teratur agar mesin tetap hemat bahan bakar. Pastikan tekanan ban mobil tidak di bawah normal (karena tiap penurunan tekanan sebesar 0,5 bar di bawah normal akan meningkatkan konsumsi bahan bakar sebesar 5%). Keluarkan isi bagasi yang tidak diperlukan (karena tiap kenaikan 100 kg beban akan meningkatkan konsumsi bahan bakar sebesar 1 liter/100 km).
Penggunaan Listrik Sekilas penggunaan listrik tidak ada kaitannya dengan pemanasan global. Menurut perhitungan World Wide Fund, sekitar sepertiga gas rumah kaca berasal dari sektor energi ini. Di Indonesia sebagian besar pembangkit listrik masih berbahan bakar fosil, terutama batubara. Pembangkit listrik ini melepas karbondioksida ke udara secara terus menerus dalam jumlah yang melimpah, karena kita memang mengkonsumsi listrik tanpa henti. Makin boros kita memakai listrik, makin banyak gas rumah kaca yang kita hasilkan. Cara-cara sederhana mengurangi emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh penggunaan listrik :
1) Gunakan alat elektronik seperlunya, matikan jika tidak dipakai. Meski tidak harus mencabut stop kontak ketika kita tinggalkan, ini berbahaya, alat-alat elektronik ini tetap mengkonsumsi listrik dalam jumlah kecil. Sebaiknya gunakan stop kontak yang memiliki tombol on/off.Kita tak perlu mencabutnya saat meninggalkannya , cukup tekan tombol offnya saja.
2) Gunakan alat elektronik hemat energi. Sekarang di pasaran banyak dijual alat-alat elektronik hemat listrik, seperti lampu, setrika, kipas angin, kulkas, televisi, komputer dan sebagainya. Lampu neon lebih irit dari lampu pijar, setrika dengan pengatur panas otomatis lebih hemat daripada yang normal, laptop lebih hemat listrik daripada komputer personal, dan sebagainya.
3) Saat membangun rumah pilihlah rumah dengan rancangan hemat energi, misalnya dengan membuat langit-langit cukup tinggi, jendela cukup lebar, ruangan yang mempermudah sirkulasi udara, cat tembok terang, dan sebagainya. Desain ini memungkinkan kita memadamkan lampu di siang hari dan memanfaatkan cahaya matahari untuk penerangan rumah. Rancangan hemat listrik juga membuat rumah tidak memerlukan terlalu banyak lampu di malam hari. Rumah bisa sejuk meski tak ber-AC.
4) Gunakan alat elektronik dengan optimal listrik minimal, misalnya :
Satu, bersihkan saringan pengisap debu dan AC dengan teratur. Saringan kotor menyebabkan motor bekerja lebih berat dan membutuhkan lebih banyak listrik. Dua, atur suhu AC sesuai kebutuhan, Jangan terlalu dingin. Semakin rendah suhunya, semakin tinggi konsumsi listriknya. Tiga, pastikan kulkas ditutup rapat. Isi secukupnya. Jangan masukkan makanan atau minuman terlalu panas. Pintu yang tidak ditutup rapat, isi yang terlalu penuh, dan panas, akan meningkatkan konsumsi listrik. Empat, gunakan mesin cuci jika jumlah cucian sudah sesuai kapasitasnya. Kita bisa mengurangi laju pemanasan global dengan menambah jumlah tumbuhan yang melakukan fotosintesis dan mengurangi produksi gas karbondioksida.
Kalau kita menanam pohon di halaman rumah, udara di sekitar rumah menjadi sejuk. Jika halamannya sempit, seperti di pemukiman yang padat, kita bisa menanam tanaman dalam pot. Menggunakan kendaraan pribadi seperlunya saja, menggunakan kendaraan umum, setidaknya bisa menekan bertambahnya emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh sektor trnsportasi. Kalau kita menggunakan listrik dengan hemat, ini akan membantu mengurangi produksi gas karbondioksida yang dilepaskan pembangkit listrik ke udara, tagihan dari PLN pun akan berkurang.
Gaya hidup ramah lingkungan seperti yang dipaparkan di atas merupakan cara-cara sederhana untuk merawat bumi dalam jangka panjang. Agar generasi penerus kita bisa hidup sehat dan tentram di masa depan. (*)
Sumber :
Wahyu Barata, Aktivis Greenpeace Online, 2 Maret 2009
9 Mei 2009
Sumber Gambar :
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar